dr. Avie Andriyani
Bekasi, berbagi.hsi.id– Kasus bullying atau tindakan menindas yang dilakukan secara sengaja dengan maksud menyakiti seseorang tampak begitu marak akhir-akhir ini. Belum selesai kasus anak pejabat menganiaya seorang remaja, sudah disusul dengan berita anak Sekolah Dasar (SD) menusuk mata temannya. Begitu seterusnya, hingga hampir setiap hari ada saja berita tentang kasus pembulian.
Kasus pembulian yang diberitakan oleh media massa didominasi jenis pembulian fisik yang dampaknya terlihat secara kasat mata. Di sisi lain, tak terbayang berapa banyak pembulian jenis lain yang menyiksa batin. Hingga korbannya mengalami gangguan jiwa bahkan mengakhiri hidupnya. Lantas, apa yang bisa kita lakukan untuk menghentikan budaya pembulian di sekitar kita?
Ulasan tentang bullying ini, akan disajikan redaksi berbagi.hsi.id kepada pembaca dan dapat disimak secara lengkap dalam beberapa tulisan.
Sudah Ada Sejak Dulu
Sejatinya, pembulian sudah ada sejak zaman dahulu dengan penamaan yang berbeda. Belum ada istilah kekinian yang mendefinisikan perilaku tidak menyenangkan seseorang kepada temannya. Kebiasaan ejek mengejek, memanggil nama teman dengan nama orang tuanya, mengancam, memalak dan memukul teman juga sudah ditemui sejak dulu.
Bisa jadi jumlahnya tidak jauh berbeda, hanya saja pemberitaan pada zaman itu belum segencar sekarang. Tindakan bullying masih sering dianggap hal normal, sekadar bercanda, dan tidak berbahaya. Kenyataannya, pembiaran dan pemakluman terus saja berlanjut hingga generasi selanjutnya.
Banyaknya kejadian bullying, sebenarnya tidak terlepas dari ketidaktahuan Masyarakat. Mulai dari usia anak-anak hingga dewasa. Anak-anak belum paham tentang perbuatan baik dan buruk, remaja menganggap itu candaan, sedangkan orang dewasa menganggap apa yang terjadi adalah hal yang lumrah.
Seharusnya masyarakat perlu mendapatkan penjelasan tentang apa saja yang bisa dikategorikan sebagai bullying, jenis, dampak dan bagaimana mengatasinya. Tidak harus menjadi aktivis anti-bullying untuk berani menyuarakan tentang pembulian supaya masyarakat kita bisa “melek” bullying dan bersama-sama mencari solusinya.
Bullying Bukan Bercanda
Sebelum membahas dampak dan penanganan, hal utama yang perlu kita ketahui adalah mengenal apa itu bullying. Bullying atau sering disebut juga sebagai pembulian, perundungan, perisakan, atau penindasan diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain dengan tujuan menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.
Dari definisinya saja sudah bisa dibedakan antara bullying dengan bercanda. Ketika bercanda, semua pihak merasa senang, terhibur, tidak ada yang tersakiti. Sedangkan pada bullying, ada pihak yang dipojokkan, disakiti dan dipermalukan. Bahkan sesuatu yang awalnya tidak bertujuan menyakiti, tapi ketika dilakukan secara terus menerus dan ada yang tersakiti, maka saat itulah sudah masuk kategori bullying.
Jenis-jenis Bullying
Sebagian besar kasus bullying yang diberitakan di media massa adalah bullying fisik yang melibatkan dampak pada tubuh korbannya. Masih ada bentuk bullying yang tidak melibatkan fisik, bahkan antar pelakunya bisa saja tidak saling mengenal. Berikut ini beberapa jenis bullying yang perlu kita ketahui dengan contohnya :
Bullying Verbal : mengumpat, berkata kasar, memanggil dengan sebutan yang buruk, mengejek nama orang tua.
Bullying Relasional : mengucilkan atau melakukan tindakan-tindakan yang membuat korban tersingkir atau tidak dilibatkan.
Bullying Mental : mengancam, memfitnah, menyebarkan aib, body shaming (menghina tubuh).
Bullying fisik : memukul, mendorong, menganiaya.
Cyber bullying : menghina di media sosial, menyebarkan fitnah, foto, atau identitas pribadi ke internet sehingga bisa diakses banyak orang.
Bullying campuran : kombinasi berbagai jenis bullying dan seringkali terkait dengan pemerasan atau pemalakan.
Seseorang bahkan bisa melakukan pembulian tanpa perlu mengenal korbannya. Beberapa orang dapat bertindak secara random dan biasanya ini terjadi di dunia maya. Anak-anak dan remaja merupakan kelompok yang paling rentan mengalami cyberbullying karena kematangan emosionalnya yang masih kurang.
Melibatkan Banyak Pihak
Kasus bullying biasanya melibatkan beberapa pihak. Ada bullying yang tidak disaksikan orang lain, yaitu hanya melibatkan pelaku dan korban. Ada pula bullying yang disaksikan orang lain atau pelakunya merupakan sekelompok orang, sehingga jumlah yang terlibat semakin banyak. Secara umum, peran orang-orang yang terlibat dalam bullying bisa dibedakan sebagai berikut :
Pelaku utama : orang yang melakukan pembulian secara langsung, misal memukul korban, mengejek dengan lisannya, memposting komentar yang buruk dengan akunnya.
Korban : orang yang menjadi objek pembulian dan merasakan dampaknya baik secara fisik maupun mental.
Saksi aktif : orang yang mengetahui atau menyaksikan pembulian dan ikut mendukung pihak pelaku, misal dengan ikut menyoraki, mentertawakan, bahkan ikut menambah hinaan atau pukulan kepada korban meski tidak separah pelaku utama.
Saksi pasif : orang yang mengetahui pembulian tapi hanya diam saja dan tidak membantu korban, bahkan tidak berusaha melaporkannya. Alasannya, bisa karena tidak peduli, tidak mau terlibat, atau karena takut dengan pelaku.
Pembela korban : orang yang mengetahui pembulian baik secara langsung maupun dari cerita korban lalu melakukan tindakan membantu korban, seperti memberikan semangat, mencarikan solusi dan melaporkan kepada pihak yang berwenang (bisa orang tua, guru dan lain-lain).
Bisa Terjadi Dimana saja
Bullying bisa terjadi dimana saja, seperti di sekolah, tempat kerja, bahkan dalam lingkungan keluarga. Maka edukasi tentang bullying hendaknya menyentuh berbagai kalangan, mulai dari orang tua, pelajar, guru, dan masyarakat umum.
Orang tua seringkali tidak menyadari telah melakukan bullying kepada anaknya, seperti memanggil anak dengan panggilan yang buruk, mempermalukan anak di tempat umum, membandingkan anak dengan menyebutkan kekurangan-kekurangannya, bahkan menghina serta memukul anak.
Di lingkungan sekolah dan kampus, terkadang masih ada kegiatan rawan bullying seperti ospek maupun diklat (pendidikan dan pelatihan) yang kental dengan nuansa senioritas. Budaya senior menindas junior dengan memberikan tugas-tugas yang tidak masuk akal, atribut yang mempermalukan, dilengkapi dengan bentakan serta hukuman fisik.
Sangat disayangkan, ketika sebuah lembaga yang seharusnya menjadi ujuk tombak dalam memberikan pendidikan terbaik. Justru, menyambut murid atau mahasiswa baru dengan cara-cara yang tidak mencerminkan pendidikan itu sendiri.
Mari Peduli
Siapa saja berisiko dan dapat menjadi korban maupun pelaku bullying. Tentu kita tidak mau jika orang yang kita sayangi menderita karena ditindas atau sebaliknya menjadi pelaku pembulian. Dampak yang sering dialami para korban pembulian seperti perasaan rendah diri, trauma, prestasi belajar menurun, menarik diri, depresi, hingga keinginan untuk bunuh diri.
Adapun pelaku bullying bisa dijauhi oleh Masyarakat, hingga harus menanggung hukuman akibat perbuatannya. Kepedulian orang tua, guru dan masyarakat diharapkan dapat menekan kejadian bullying yang melibatkan anak-anak dan remaja. Orang tua yang selalu memberikan perhatian kepada anak dan mendidiknya dengan baik akan mengurangi risiko anak terlibat bullying di sekolah maupun ketika di tempat lain.
Begitu juga dengan guru, hendaknya tidak hanya memantau prestasi belajar. Sebaiknya, perlu memperhatikan dan mencermati perilaku anak didiknya secara baik ketika di sekolah. Hal ini akan sangat berdampak dan diharapkan dapat mengurangi angka kejadian bullying di sekolah.(sbn)