Leny Hasanah- P2G
Peran seorang guru dalam dunia pendidikan tak dipungkiri sangatlah penting. Bahkan, dapat dikatakan sebagai organ vital dari sistem pendidikan di negari ini. Mereka berperan untuk membentuk kemandirian dan mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan masa depan dengan ilmu yang dimiliki.
Namun, ironisnya, dibalik tanggung jawab yang begitu besar. Justru,masih banyak guru yang hidupnya tidak layak dan memprihatinkan dengan menerima upah rendah.
Melihat kenyataan miris ini, HSI Berbagi berikhtiar memperhatikan kesejahteraan para tenaga guru. Melalui Program Peduli Guru (P2G) tahun 2024, HSI Berbagi menggelontorkan anggaran sebesar Rp331.906.000,00 untuk membantu meringankan beban 80 guru yang ada di 16 provinsi di Indonesia .
P2G HSI Berbagi tahun 2024 yang dibuka pada tanggal 22 Januari- 4 Februari 2024, diminati oleh 243 pendaftar. Setelah melalui proses seleksi, sebanyak 175 orang lolos kualifikasi awal.
Ternyata, ada dua alasan besar mengapa 68 pendaftar jatuh berguguran pada seleksi awal. Pertama, 29 orang pendaftar diketahui berasal dari keluarga non-dhuafa. Kedua, 39 orang pendaftar tidak bersedia dipublikasikan. Padahal, sumber dana P2G berasal dari donasi muhsinin yang wajib menerima laporan pertanggungjawaban laporan kegiatan.
Selanjutnya, dari 175 pendaftar yang lulus seleksi awal. Tim P2G HSI Berbagi kembali melakukan verifikasi lanjutan, yang akhirnya menyisakan 80 pendaftar terpilih sebagai penerima manfaat Program P2G HSI Berbagi Tahun 2024.
Para guru yang beruntung tersebut berasal dari berbagai daerah, meliputi Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, dan Papua.
Susah Payah Bayar Utang
“Alhamdulillah, bantuan P2G yang saya terima segera digunakan untuk melunasi uang pendaftaran anak kedua saya yang masuk SD, serta membayar utang lainnya,” jelas Abu Thoha, salah satu penerima manfaat P2G asal Sumatera Barat,
Abu Thoha kemudian menceritakan bagaimana dirinya sudah bersusah payah, berbulan-bulan mencari cara bagaimana utang-utang itu bisa nol rupiah. Namun apa daya, ikhtiarnya belum membuahkan hasil. Sehingga memutuskan untuk mengajukan permohonan bantuan dalam program P2G kepada HSI Berbagi.
“P2G adalah program yang sangat bermanfaat bagi guru, karena sama-sama kita ketahui bahwa para guru rata-rata gajinya di bawah UMK,” imbuhnya lagi melalui percakapan WhatsApp kepada HSI Berbagi.
Abu Thoha sendiri sudah tiga tahun lebih bekerja sebagai guru diniyah setingkat SD. Dia pun menyambi mengajar les privat di luar jam sekolah untuk menambah pemasukan keluarga. Sebelumnya, dirinya tak pernah membayangkan dan sama sekali tidak punya cita-cita sebagai seorang guru.
Takdir kemudian berbicara berbeda, tatkala Abu Thoha menyelesaikan pendidikan I’dad bahasa Arab di suatu lembaga pendidikan di Jakarta. Setelah kembali ke Sumatera Barat, Abu Thoha ‘dipinang’ oleh salah satu sekolah untuk membantu mengajar bahasa Arab dasar dan tahfidz kepada santri-santri di sana.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Pria kelahiran 1983 itu makin termotivasi menjadi guru usai melihat capaian para muridnya dalam memahami pelajaran dengan prestasi yang baik.
“Saya bahagia ketika sedikit ilmu yang saya miliki bisa diajarkan dapat dipahami dan digunakan oleh para santri. Alhamdulillah, ujian besar ketika keikhlasan menjadi guru dibenturkan dengan gaji yang tidak seberapa,” ungkap Abu Thoha menyampaikan kisahnya, sembari menghela nafas.
Bagaimana, apakah kita bisa melakukan hal yang sama? (sbn)