dr. Avie Andriyani
Kejadian mengenaskan ini masih terekam jelas dan cukup mengagetkan masyarakat. Bagaimana tidak, seorang istri berbuat nekat dan tega membakar suaminya gara-gara main judi online. Ternyata, setelah ditelusuri lebih jauh, sang istri baru saja melahirkan bayi kembar.
Ada dugaan dan indikasi mengarah pada depresi pasca persalinan. Sehingga sang istri tega membakar suaminya. Lalu, apa bedanya depresi persalinan dengan baby blues? Dapatkah dicegah dan bagaimana mengatasinya, jika terlanjur terjadi dalam kehidupan rumah tangga?
Depresi setelah persalinan adalah suatu depresi yang ditemukan pada perempuan setelah melahirkan, yang terjadi dalam kurun waktu 4 pekan. Hal ini dapat berlangsung hingga beberapa bulan, bahkan beberapa tahun bila tidak diatasi.
Satu hal yang perlu diketahui, sebenarnya selain depresi setelah persalinan, terdapat jenis depresi yang lebih ringan pada ibu setelah melahirkan, yaitu maternity blues atau post partum blues atau baby blues, yaitu gejala depresi yang biasanya dialami oleh perempuan setelah melahirkan antara hari ke-7 hingga 14, yang terjadi untuk sementara waktu dan akan hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan.
Pada pembahasan kali ini akan dikupas mengenai depresi setelah persalinan, karena perlu penanganan yang lebih serius dibandingkan dengan baby blues
Tanda dan Gejala Depresi
Gejala-gejala yang ditemukan pada depresi setelah persalinan serupa dengan gejala gangguan depresi pada umumnya. Namun, berkaitan dengan fungsi, peran dan tanggung jawab sebagai ibu, terutama dalam merawat atau mengurus bayi.
Gejala-gejala tersebut yaitu seperti adanya perasaan sedih, mudah marah dan ingin marah saja, gelisah, hilangnya minat dan semangat yang nyata dalam aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai, enggan dan malas mengurus anaknya, sulit tidur atau justru terlalu banyak tidur, nafsu makan menurun atau sebaliknya meningkat.
Sehingga, mengalami penurunan atau pertambahan berat badan yang bermakna, merasa lelah atau kehilangan energi, kemampuan berpikir dan konsentrasinya menurun, merasa bersalah, merasa tidak berguna hingga putus asa dan mempunyai ide-ide kematian yang berulang (berupa ingin bunuh diri atau bahkan ingin membunuh bayinya).
Tanda dan gejala tersebut dapat muncul bersamaan sekaligus atau hanya sebagian saja. Jika, mengalami tanda dan gejala tersebut, seorang ibu akan mengalami perasaan tertekan, sulit atau tidak dapat menjalankan fungsi dan aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena itu, ibu yang mengalami kondisi ini harus segera ditolong, agar tidak terjadi kondisi yang membahayakan dirinya atau bayinya.
Apa Penyebabnya?
Penyebab yang pasti hingga kini belum diketahui dan masih dalam penelitian para ahli. Terdapat beberapa faktor risiko yang diperkirakan mempengaruhi terjadinya depresi setelah persalinan, antara lain :
Rendahnya atau ketidakpastian dukungan suami dan keluarga.
Keadaan atau kualitas bayi. Masalah pada bayi tersebut antara lain adanya komplikasi kelahiran (misalnya perdarahan yang terlalu banyak atau ibu mengalami infeksi, bayi yang lahir dengan jenis kelamin yang tidak diharapkan, atau lahir dengan cacat bawaan).
Tidak siapnya seorang ibu dalam menyambut kehadiran bayinya (kehamilan yang tidak diharapkan).
Adanya stressor (pemicu stress) bagi seorang ibu, baik yang berkaitan dengan kehidupan sosial maupun kejiwaannya.
Terdapat riwayat depresi sebelumnya atau masalah emosional lainnya pada seorang ibu.
Perubahan produksi hormon (progesteron, estrogen, prolaktin, dan kortisol) pada masa nifas.
Keengganan ibu yang melahirkan mengungkapkan perasaan sedihnya, karena menganggap rasa sedih setelah melahirkan akan hilang dengan sendirinya.
Faktor-faktor risiko ini perlu ditelusuri untuk membantu proses penyembuhan dan mengantisipasi kondisi berulangnya depresi setelah persalinan bayi berikutnya.
Dampak Depresi Terhadap Anak
Ibu yang mengalami depresi setelah persalinan, minat dan ketertarikan terhadap bayinya menjadi berkurang. Ibu sering tidak memberikan respon positif (menyambut dengan hangat komunikasi yang dilakukan oleh bayinya, baik melalui suara tangis, tatapan mata, ataupun gerak tubuh) sehingga bayi akan berusaha lebih keras untuk menarik perhatian ibunya.
Misalnya pada saat merasa bingung, bayi memerlukan kenyamanan atau penentraman, maka biasanya ia akan menangis. Bila ibu juga bingung atau marah atau sedih, maka bayi akan menangis dengan suara lebih keras atau mungkin disertai gerakan tubuh tertentu agar ibunya bisa menolongnya.
Namun, ibu yang sedang depresi tidak mampu mengenali kebutuhan bayinya, sehingga tidak dapat merespon seperti yang diharapkan dan dibutuhkan. Ibu yang depresi juga tidak mampu merawat bayinya secara optimal, karena merasa tidak berdaya atau tidak mampu, sehingga akan menghindar dari tanggung jawabnya.
Akibatnya, kondisi kebersihan dan kesehatan bayinya pun menjadi tidak optimal. Ibu juga tidak bersemangat menyusui bayinya, sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayinya tidak seperti bayi-bayi yang ibunya tidak mengalami depresi.
Adapun akibat lain depresi setelah persalinan yaitu hubungan ibu dan bayi juga tidak optimal, akibatnya di kemudian hari kepribadian anak menjadi kurang matang. Anak-anak tersebut memiliki ciri-ciri, antara lain bertemperamen negatif (mudah tersinggung, mudah marah, kurang bisa bertoleransi dengan orang lain), kurang bisa beradaptasi, intelegensi dan prestasi akademik tidak optimal.
Sulit bekerja sama dengan teman sebaya, kurang fokus dan konsentrasi. Sehingga mengganggu kegiatan belajar, bahkan dimungkinkan juga akan memiliki perilaku yang menyimpang, suka menentang, membolos, bahkan mencuri.
Cara Mengatasi Depresi
Depresi setelah melahirkan, insyaallah dapat diatasi dan diobati jika tanda dan gejalanya dikenali, baik oleh ibu yang mengalami atau orang-orang terdekat. Sebaliknya, bila dibiarkan berlarut-larut dan tanpa upaya pengobatan akan berakibat buruk bagi ibu, bayi, dan anggota keluarga lainnya.
Pemberian obat bukan merupakan prioritas utama, bahkan sedapat mungkin dihindari oleh dokter mengingat ibu masih menyusui bayinya. Obat hanya diberikan pada kondisi yang sangat mendesak, misalnya ibu sangat gelisah atau pada kondisi yang mengancam keselamatan diri ibu dan bayinya.
Kondisi seperti ini biasanya ibu dianjurkan untuk dirawat secara intensif sampai kondisinya tenang dan stabil. Program penanganannya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
Penanganan terhadap ibu
a. Latihan relaksasi, bisa dengan rekreasi, melakukan kegiatan yang disenangi dan lain-lain.
b. Restrukturisasi kognitif, yaitu dengan menentang perilaku dan pikiran negatif yang muncul.
c. Pemecahan masalah, yaitu pemberian alternatif pemecahan masalah yang sedang dihadapi ibu.
d. Komunikasi, yaitu melatih kemampuan ibu untuk mengutarakan perasaannya kepada orang-orang terdekat.
e. Menghibur ibu dengan berbagai cara, seperti dengan memberi perhatian dan hadiah yang disukai memasakkan makanan kesukaan menceritakan hal-hal yang menyenangkan, dan lain-lain.
f.Bila gejala berat baru diberikan obat anti depresi.
Penanganan terhadap hubungan ibu dan bayinya
a. Menganjurkan ibu untuk merawat bayinya sesering mungkin.
b. Menyediakan tempat yang nyaman bagi ibu dan bayinya.
c. Mengajarkan ibu untuk melakukan kontak fisik dengan bayinya seperti menyentuh, mencium, memeluk, dan memijat bayinya dengan lembut.
d. Melibatkan anggota keluarga yang lain dalam merawat bayi (seperti suami, nenek, dan lainnya).
e. Mengajak ibu dan bayinya untuk sesekali menghirup udara di luar rumah, karena udara segar bisa memperbaiki perasaan ibu dan bayinya.
f. Menyarankan ibu yang sedang muncul perasaan negatifnya (marah, lelah, frustasi, kesepian) untuk meninggalkan bayinya sejenak bersama orang lain. Setelah tenang dan stabil, ibu bisa menemui bayinya kembali.
Kenali dan Hindari
Depresi setelah persalinan dapat dicegah, apabila calon ibu, suami dan keluarga mengetahui faktor-faktor risikonya. Jika ada salah satu dari faktor risiko tersebut, diharapkan para calon ibu dan orang-orang di sekitarnya dapat menghindarinya, atau bila tidak dapat menghindar, sebaiknya segera mencari pertolongan profesional (dokter, psikiater) agar pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin.
Dengan upaya yang dilakukan, diharapkan setiap ibu yang baru saja melahirkan mampu berfungsi optimal dalam merawat, mengasuh, dan mendidik anaknya, hingga menjadi seseorang dengan jiwa dan kepribadian yang sehat.
Sudah seharusnya setiap muslimah memahami betapa anak yang diamanahkan Allah Azza wa Jalla pada dirinya harus dirawat dengan baik. Oleh karena itu, selain upaya-upaya yang telah dijelaskan, hendaknya setiap calon ibu membekali diri dengan ilmu agama dan ilmu yang mendukung perannya dalam mengasuh dan mendidik anak.(sbn)