Subhan- Tanggap Bencana
Pengungsi dari wilayah Boru, kini tinggal di tenda-tenda sementara/ Foto-foto; Dzulqo’dah YSMF.
Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), meletus pada Minggu (3/11/2024) tengah malam, hingga Senin (4/11/2024) dini hari. Erupsi memuntahkan pasir, lahar panas, batu, dan kerikil, mengakibatkan kerusakan dan banyak rumah warga terbakar. Tak hanya itu, fasilitas umum dan sekolah juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Dari data yang dihimpun Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) 9 orang dinyatakan meninggal dunia (MD). Sementara, korban luka sebanyak 64 orang orang, yang terdiri dari 1 kritis, 31 luka berat, dan 32 luka ringan. Adapun jumlah pengungsi per 13 November 2024, disebutkan sebanyak 12.205 orang. Tersebar di Sembilan titik, yakni di Kecamatan Titehena (6.688 orang), Wulanggitang (2.856 orang), Ilebuira (126 orang), Demon Pagong (331 orang), Larantuka (853 orang), Ile Mandiri dan Lewolema (204 orang), Pulau Adonara (51 orang), Pulau Solor (22 orang), serta Sikka dan Maumere (1.074 orang)
Dari lokasi bencana, tepatnya di Desa Konga, Kecamatan Wulanggitang, Dzulqo’dah, Relawan Yayasan Sabilul Mukmin Flores (YSMF) berbagi cerita terkait kondisi terkini di sana. Berikut catatannya yang dihimpun redaksi berbagi.hsi.id.
Di keheningan malam, Kamis (14/11/2024) di tanah pinjaman. Persisnya di jalan Nasional, Maumere- Larantuka, Desa Konga, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, berdiri tenda pengungsi dengan kondisi sekadarnya. Beralaskan tikar, tenda besar yang tampak terbuka dan terasa dingin tersebut, kini dihuni sedikitnya 19 KK, atau 58 jiwa pengungsi muslim dari wilayah Boru.
Para relawan yang tergabung dari berbagai lembaga, seperti Markaz Bersama Assunah (MBA), Dompet Dhuafa, Al Irsyad, YDS, MTSL, dan Yayasan Sabilul Mukmin Flores (YSMF) kini berjibaku membantu para penyintas untuk dapat bertahan hidup. Selain mendirikan tenda dan dapur umum. Bantuan darurat juga disalurkan berupa; sembako, alas tidur serta alat untuk mandi dan cuci.
Dengan kondisi serba terbatas dan sulit, pengungsi ditempa untuk kuat bertahan. Status tanggap darurat yang berlaku sejak 4 November hingga 31 Desember 2024 membuat warga belum bisa kembali ke kampung halaman mereka. “Pengungsi menghadapi keterbatasan, seperti kebutuhan fasilitas mandi cuci kakus (MCK), hunian sementara (huntara), dan toren air berkapasitas 2.000 liter,” ujar Dzulqo’dah memastikan.